Sumber: koleksi pribadi
Terdapat sebuah misteri dalam hidup saya yang sampai sekarang belum bisa terjawab, yaitu bagaimana saya bisa mempelajari (dan memahami) matematika, suatu subjek yang menurut orang-orang (dan tentu saja, saya sendiri dulu menganggapnya begitu) sangat sulit, subjek yang tidak terjamah oleh manusia normal (oke, saya sedikit hiperbola disini). Saya memiliki sejarah yang panjang mengenai betapa cinta dan bencinya saya pada subjek ini. Saya akan menceritakan pengalaman saya belajar matematika dalam rentang waktu pendidikan dari SD sampai kuliah.
Saat SD saya termasuk orang yang sangat lambat dalam belajar matematika. Walaupun nilai saya tidak jelek-jelek amat (rentang nilai matematika yang saya peroleh saat SD antara 60-75), tapi saya sangat malas mempelari subjek ini. Toh, dengan semua pengalaman buruk saya belajar subjek ini selama di SD entah mengapa nilai UN matematika yang saya peroleh saat itu adalah 98, nyaris 100. Anehnya, saat SD adalah saat saya menyukai IPA, bukan matematika.
Masuk ke SMP, mengingat saya mendapat nilai UN matematika saya besar sekali, saya mulai percaya diri dengan kemampuan matematika saya. Saya mulai sering mendapat nilai dalam rentang 75-100, dengan rata-rata kurang lebih 80, pada tahun inilah saya mulai masuk 10 besar. Namun hal itu hanya bertahan di tahun pertama. Pada tahun kedua nilai saya kembali anjlok lagi dikarenakan berbagai masalah di luar sekolah. Pada tahun ketiga nilai saya naik lagi namun hanya pada semester pertama, pada semester kedua nilai saya kembali anjlok, dan pada klimaksnya nilai UN SMP untuk matematika saya mendapat nilai 43. Sebagai efek nilai saya yang kecil itu saya kesulitan untuk masuk SMA negeri. Oh iya, pada saat SMP pelajaran favorit saya yaitu fisika dan biologi, matematika hanya menjadi favorit di tahun pertama.
Akhirnya saya masuk SMA swasta. Pada tahun pertama, saya mulai kembali mendapat nilai yang cukup baik, antara 70-90 cukup sering diperoleh, begitupula pada tahun kedua dan ketiga. Selama 3 tahun di SMA saya selalu berada di 10 besar (pernah juga masuk 5 besar walaupun hanya sekali). Namun, sekali lagi matematika bukan pelajaran favorit saya. Saat SMA saya tergila-gila dengan subjek fisika, bahkan saya sempat mengikuti seleksi olimpiade fisika, walaupun cuman di tingkat sekolah. Tidak pernah sekalipun saya memiliki prestasi di subjek matematika walaupun nilai matematika saya cukup baik.
Menjelang kuliah, saya ‘kecelakaan’ sehingga masuk program studi matematika. Saya sebut ‘kecelakaan’ dikarenakan saya memang tidak memiliki rencana masuk program studi tersebut. Saya berencana ingin masuk program studi fisika, namun karena passing grade program studi fisika di bawah program studi matematika, maka saya menaruh program studi matematika sebagai pilihan pertama, sedangkan fisika sebagai pilihan kedua. Eh, pas dicek ternyata saya masuk program studi matematika, dengan perasaan antara senang akhirnya kuliah juga sedih karena masuk di program studi yang bukan kesukaan sedari dulu. Walaupun begitu, pada semester pertama dan kedua saya bisa memperoleh IP yang baik, diatas 3. Namun semua berubah saat semester 3. Semester 3 adalah semester dimana saya mulai masuk ke dunia matematika yang mulai abstrak. Pada semester 3 saya bertemu dengan subjek aljabar linier, subjek paling menakutkan bagi semua jurusan eksak (matematika, fisika dan teknik). Pada semester ini juga saya mulai bertemu dengan aljabar abstrak (teori grup dan ring), subjek yang paling abstrak diantara yang abstrak (saya pernah menyebutnya sebagai abstract nonsense). Perlu saya katakan bahwa dari awal saya belajar matematika saat SD sampai kuliah semester 2 yang bisa saya lakukan saat belajar matematika hanyalah menghapal dan menghitung. Saya tahu apa yang saya lakukan. Saya bisa menghitung integral, saya tahu bagaimana cara menggunakan modulo, saya hapal rumus turunan trigonometri dan integrasi parsial, saya tahu bagaimana cara menerapkan sifat determinan untuk memperoleh sifat-sifat determinan lainnya, tapi saya tidak paham mengapa itu semua bisa terjadi dan mengapa semua itu bisa ada. Anehnya, hanya dengan tahu dan menghapal saya bisa selamat sampai kuliah (terlepas pernah mendapat nilai 40-an saat UN SMP). Karena yang saya bisa hanya mengetahui dan menghapal, saya terseok-seok selama semester 3 sampai semester 5. IP saya anjlok sampai dibawah 3 saat itu. Alhasil saya mulai mengalami stress, frustasi, ingin rasanya pindah program studi ke fisika (di kampus saya ada kebijakan bahwa boleh pindah program studi jika sudah menempuh 3 semester perkuliahan), namun karena saat itu saya statusnya sebagai pemegang beasiswa yang mau tidak mau harus menempuh kuliah selama 8 semester dan tidak boleh lebih, maka saya tidak ada pilihan lain selain bertahan di program studi matematika.
Mulai semester 6 saya berkenalan dengan mata kuliah sistem geometri. Sistem geometri adalah mata kuliah yang mempelajari geometri serta struktur dan teorema yang berkaitan dengan geometri.Menurut saya mata kuliah ini beda sama sekali dengan mata kuliah lainnya dikarenakan semua mahasiswa yang mengambil mata kuliah ini (sistem geometri tidak wajib diambil sebagai mata kuliah) akan mempelajari geometri dengan membangun teorinya dari awal! Maksudnya, kita belajar geometri seakan-akan kita yang ‘menemukan’ geometri seperti menyusun aksiomanya, menuliskan definisinya, membangun struktur berfikirnya sampai membuktikan teoremanya. We build geometry from scratch. Dari mata kuliah ini, pikiran saya mulai terbuka tentang bagaimana cara mempelajari matematika: memahami (atau membangun) konsep dasar dan (jika perlu) mempelajari sejarahnya. Dengan memahami konsep dasar, saya bisa menurunkan konsep-konsep baru dari konsep yang sudah diketahui sebelumnya, tanpa perlu sering menghapal banyak rumus atau teorema yang dengan mudah diturunkan dari konsep dasar. Dengan memahami sejarahnya, saya bisa mengetahui mengapa konsep tersebut bisa ada dan perlu ada. Mempelajari sejarahnya juga dapat meningkatkan motivasi saya dalam belajar dan mengkaji matematika lebih dalam. Dengan mengetahui ‘kunci’ cara belajar matematika, dari semester 6 sampai 8, saya dapat memperoleh IP yang baik, bahkan lebih baik lagi dibanding nilai semester pertama dan kedua.
Sebenarnya ada satu mata kuliah yang membantu saya dalam memahami dan memotivasi saya untuk mempelajari matematika lebih dalam, yaitu kapita selekta matematika. Kapita selekta matematika adalah mata kuliah yang akan memberikan pengalaman kepada mahasiswa mengenai bagaimana melakukan riset di bidang matematika, mulai dari mempelajari subjek-subjek yang berkaitan dengan penelitian sampai penulisan karya ilmiah. Pada mata kuliah inilah saya mulai merasakan belajar matematika yang sesungguhnya, yaitu dengan mempelajari konsep dasarnya, lalu menerapkan pada contoh yang ada, dan mengembangkannya untuk masalah-masalah baru. Matematika tidak lagi suatu subjek yang menakutkan,namun matematika menjadi sangat menyenangkan. Saya akui, ada saat-saat dimana saya mengalami stres dalam memahami konsep sulit, tapi yang berbeda saat ini adalah saya mulai menikmati prosesnya.
Cara saya belajar mungkin tidak sama dengan semua orang dan belum tentu juga cocok. Namun setidaknya dapat memberikan bayangan dan alternartif bagaimana cara belajar dan memahami matematika.
Catatan: Postingan ini saya persembahkan untuk dosen-dosen pengajar mata kuliah sistem geometri dan mata kuliah kapita selekta matematika konsentrasi aljabar di Universitas Pendidikan Indonesia. Terima kasih banyak karena anda semua telah menginspirasi saya untuk mempelajari matematika lebih dalam, mengajarkan saya untuk menikmati proses dari setiap pembelajaran dan membuat subjek yang menakutkan ini menjadi menyenangkan.